Tujuan dan Manfaat MBS
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa MBS memberikan kewenangan yang besar kepada sekolah dalam pengambilan suatu keputusan. Oleh karena itu, sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pengelolaan pendidikan dan pembelajaran di sekolah, merencananakan, mengorganisasikan, mengawasi, mempertanggungjawabkan, memimpin sumber daya sekolah, kurikulum dan tata pelayanan pendidikan, serta dapat mengembangkan MBS sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing.
Dalam konteks pengambilan keputusan, tujuan MBS mempunyai makna bahwa pengambilan keputusan yang diambil di sekolah terhadap pendidikan menjadi lebih berkualitas, karena kewenangan dalam pengambilan keputusan tersebut dilakukan oleh orang-orang yang mengenal dan mengetahui betul tentang sumber daya yang ada di sekolah dan kebutuhan siswa ke depan. Dengan demikian keputusan yang diambil didasarkan pada profil sekolah yang sesungguhnya, dan mengacu pada harapan-harapan yang akan dicapai yang bersumber dari warga sekolah, orang tua, dan masyarakat dengan memperhatikan kelebihan dan kelemahan
yang dimiliki sekolah. Oleh karena itu, MBS diharapkan akan dapat mendorong semua unsur tersebut untuk menjadi lebih berperan aktif dalam pengambilan keputusan yang lebih baik, yang berorientasi pada keberhasilan siswa dalam pembelajaran.
Konteks perencanaan menjadi bagian penting dalam kerangka MBS. Dengan perencanaan, sekolah akan manjadi lebih siap dan terencana dalam melaksanakan visi dan misi sekolah serta manjalankan program dan kegiatan sesuai dengan yang telah dilaksanakan. Pertanyaannya adalah, bagaimana perencanaan sekolah dapat dikembangkan dengan baik? Ingatlah, bahwa tujuan MBS adalah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk menyusun perencanaan sesuai dengan kondisi riil sekolah dan mengacu kepada kepentingan semua pemangku kepentingan pendidikan.
Dikaitkan dengan pengelolaan sumber daya sekolah, MBS mempunyai makna bahwa pengelolaan sumber daya sekolah dilakukan dan dilaksanakan oleh sekolah. Oleh karena itu sangat diharapkan terjadinya efisiensi. Efisiensi dimaksudkan agar semua sumber daya yang dimiliki sekolah dapat mencakup keseluruhan aspek program dan kegiatan yang dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas sekolah dan meningkatkan mutu pembelajaran yang akan berdampak pada prestasi belajar siswa. Efisiensi pengelolaan sumber daya sekolah sangat erat kaitannya dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh (stakeholders).
Demikian halnya dengan konteks pengelolaan kurikulum. Dengan mengacu pada perangkat ketentuan nasional tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), warga sekolah baik dapat mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pemangku kepentingan sekolah. Faktor penting lainnya, MBS diterapkan di sekolah tidak lain untuk meningkatkan tata layanan pendidikan bagi bagi warga sekolah itu sendiri, siswa, orang tua, dan masyarakat. Tata pelayanan pendidikan yang semakin baik, diharapkan akan meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap.
Keseluruhan konteks yang ada tersebut dilakukan secara partisipatif, transparan, dan akuntabel. Artinya, semua keputusan, perencanaan,pengorganisasian, dan fungsi-fungsi manajemen lainnya dilakukan dengan
melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan. Dilakukan secara transparan dan akuntabel, baik dari sisi program, kegiatan, dan keuangan, kepada semua warga sekolah, masyarakat, dan pemerintah.
Manurut Slamet PH (2001), MBS bertujuan untuk "memberdayakan" sekolah, terutama sumber daya manusia (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat sekitarnya) melalui pemberian kewenangan, fleksibilitas, dan sumber daya lain untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh sekolah yang bersangkutan. Sekolah yang berdaya pada umumnya adalah sekolah yang mempunyai tingkat kemandirian tinggi dan tingkat ketergantungan rendah, bersifat adaptif- antisipatif dan proaktif, memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet,inovatif, gigih, berani mengambil resiko, dsb.), bertanggung jawab terhadap hasil
sekolah, memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya,
melakukan kontrol terhadap kondisi kerja, memiliki komitmen yang tinggi pada dirinya, serta menilai sendiri pencapaian prestasinya. Sumber daya manusia sekolah yang berdaya, pada umumnya, memiliki ciri-ciri: pekerjaan adalah miliknya, bertanggung jawab, memiliki cara bagaimana sesuatu dikerjakan, pekerjaan yang dilakukan memiliki kontribusi, mengetahui posisinya berada di mana, memiliki kontrol terhadap pekerjaan, serta pekerjaan merupakan bagian hidupnya.
Hal-hal yang dapat memberdayakan warga sekolah adalah: pemberian tanggung jawab, pekerjaan yang bermakna, memecahkan masalah pekerjaan secaratim, variasi tugas, hasil kerja yang terukur, kemampuan untuk mengukur kinerja sendiri, tantangan, kepercayaan, didengar, ada pujian, menghargai ide-ide, mengetahui dirinya bagian penting dari sekolah, kontrol yang luwes, dukungan, komunikasi yang efektif, umpan balik bagus, sumber daya yang dibutuhkan ada, dan warga sekolah diberlakukan sebagai manusia ciptaan Tuhan yang memiliki martabat tertinggi.
Manajemen berbasis sekolah di Indonesia yang menggunakan model MPMBS (Depdiknas, 2001:5) bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam kerangka
meningkatkan kualitas pendidikan. Terdapat empat tujuan MBS tersebut, yaitu: Pertama, meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. Kalau
Anda perhatikan pilar kebijakan pendidikan nasional, makna mutu dikaitkan dengan relevansi pendidikan. Oleh karena itu, MBS bertujuan mencapai mutu (quality) dan relevansi pendidikan yang setinggi-tingginya, dengan tolok ukur penilaian pada hasil (output dan outcome) bukan pada metodologi atau prosesnya. Mutu dan relevansi ada yang memandangnya sebagai satu kesatuan substansi, artinya hasil pendidikan yang bermutu sekaligus yang relevan dengan berbagai kebutuhan dan konteksnya. Akan tetapi, secara terpisah juga dapat dilihat bahwa makna mutu lebih merujuk pada dicapainya tujuan spesifik oleh siswa (lulusan), seperti nilai ujian atau prestasi lainnya, sedangkan relevansi lebih merujuk pada manfaat dari apa yang diperoleh siswa melalui pendidikan dalam berbagai lingkup/tuntutan kehidupan.
Pengelolaan dan pemberdayaaan sumber daya yang tersedia dilakukan secara efektif dan efisien. Dengan katalain, MBS juga bertujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Efektif artinya pengelolaan dan penggunaan semua input dalam bentuk non-uang (jumlah dan jenis buku, peralatan, pengorganisasian kelas, metodologi, strategi pembelajaran, dan lain-lain) dikaitkan dengan hasil yang dicapai (output-outcome). Efektivitas berhubungan dengan proses, prosedur, dan ketepat-gunaan semua input yang dipakai dalam proses pendidikan di sekolah, sehingga menghasilkan hasil belajar siswa seperti yang diharapkan (sesuai tujuan). Efektif dan tidaknya suatu sekolah diketahui lebih pasti setelah ada hasil atau dinilai hasilnya.
Sebaliknya untuk mencapai hasil yang baik diperlukan penerapan indikator atau ciri sekolah efektif. Dengan menerapkan MBS, setiap sekolah sesuai dengan kondisinya masing-masing, diharapkan dapat menerapkan metode yang tepat (yang dikuasai), dan input lain yang tepat pula (sesuai lingkungan dan konteks sosial budaya), sehingga semua input tepat guna dan tepat sasaran, atau efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sementara itu, efisiensi berhubungan dengan nilai uang yang dikeluarkan atau harga (cost) untuk memenuhi semua input (proses dan semua input yang digunakan dalam proses) dibandingkan atau dihubungkan dengan hasilnya (hasil belajar siswa). Dengan demikian, MBS diharapkan dapat memenuhi efektivitas dan efisiensi sekolah, karena perencanaan dibuat sesuai dengan kebutuhan sekolah, sedangkan pelaksanaannya juga diawasi oleh masyarakat.
Pengelolaan dan pemberdayaaan sumber daya yang dimiliki sekolah dilakukan dalam rangka meningkatkan pelayanan pendidikan kepada siswa. Dengan MBS setiap anak diharapkan akan memperoleh layanan pendidikan yang bermutu di sekolah yang bersangkutan. Dengan asumsi bahwa setiap anak berpotensi untuk
belajar, maka MBS memberi keleluasaan kepada setiap sekolah untuk menangani setiap anak dengan latar belakang sosial ekonomi dan psikologis yang beragam untuk memperoleh kesempatan dan layanan pendidikan yang memungkinkan semua anak dan masing-masing anak berkembang secara optimal. Kedua, partisipatif, yakni meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melaui pengambilan keputusan bersama;
Ketiga, akuntabilitas, yaitu meningkatkan pertanggungjawaban sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas semua yang dikerjakan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab yang diperolehnya. Selama ini pertanggungjawaban sekolah lebih pada masalah administratif-keuangan dan bersifat vertikal (ke atas) sesuai jalur birokrasi. Pertanggungjawaban yang bersifat teknis edukatif terbatas pada pelaksanaan program sesuai petunjuk dan pedoman dari pusat (pusat dalam arti nasional, maupun pusat-pusat birokrasi di bawahnya), tanpa pertanggungjawaban hasil pelaksanaan program. Dengan melaksanakan semua pedoman dan petunjuk, sekolah merasa telah melaksanakan tugas dengan baik. Soal hasil pendidikan (prestasi lulusan) tidak termasuk sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan.
Tanggung jawab atas hasil pendidikan, dengan demikian, ada pada pundak pengambil kebijakan (pusat kekuasaan), yang akhirnya menjadi sangat berat. Padahal, kenyataannya pusat otoritas tidak dapat mengendalikan semua yang terjadi di sekolah yang kondisi dan konteksnya sangat beragam. MBS dengan desentralisasi kewenangan kepada sekolah bukan hanya memberikan kewenangan untuk mengambil keputusan yang lebih luas (daripada sebelumnya), tetapi juga sekaligus membebankan pertanggungjawaban oleh sekolah atas segala yang dikerjakan dan hasil kerjanya. Akuntabilitas pendidikan dan hasilnya (baik administratif-finansial maupun tingkat kualitas yang dicapai) diberikan bukan hanya kepada satu pihak dalam hal ini pusat/birokrasi, tetapi kepada berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk di dalamnya orang tua, komite sekolah (masyarakat), dan pengguna lulusan, selain kepada guru-guru dan warga sekolah.Akuntabilitas kepada berbagai pihak ini pada gilirannya akan meningkatkan kepedulian yang kuat (komitmen) pihak-pihak terkait tersebut atas apa yang terjadi di sekolah, terutama dalam hal mutu, keadilan, efektivitas, efisiensi, transparansi, dan sebagainya yang merupakan unsur-unsur yang dituntut oleh konsep akuntabilitas pendidikan.
Keempat, meningkatkan kompetisi yang sehat antarsekolah tentang pendidikan yang akan dicapai.
Selanjutnya, menurut Nurkholis (2003:25), penerapan MBS mempunyai beberapa manfaat atau keuntungan. Pertama, secara formal MBS dapat memahami keahlian dan kemampuan orang-orang yang bekerja di sekolah. Keahlian dan kemampuan personil sekolah itu dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan dalam
rangka meningkatkan kualitas pembelajaran. Keahlian dan kemampuan personil sekolah dihargai yang selanjutnya menimbulkan rasa percaya diri. Kedua, meningkatkan moral guru. Moral guru meningkat karena adanya komitmen dan tanggung jawab dalam setiap pengambilan keputusan di sekolah. Keadaan ini diharapkan dapat mendorong guru untuk mendukung dengan sepenuh tenaga dalam mencapai tujuan dan tidak berusaha untuk menghalang-halangi pencapaian tujuan tersebut.
Ketiga, keputusan yang diambil sekolah memiliki akuntabilitas. Hal ini terjadi karena konstituen sekolah memiliki andil yang cukup dalam setiap pengambilan keputusan. Akhirnya, mereka dapat menerima konsekuensi atas keputusan yang diambil dan memiliki komitmen untuk mencapai tujuan yang ditetapkanbersama. Keempat, menyesuaikan sumber keuangan terhadap tujuan instruksional yangdikembangkan di sekolah. Keputusan yang diambil pada tingkat sekolah akan lebih rasional karena mereka tahu kekuatannya sendiri, terutama kekuatan keuangannya.
Kelima, mendorong munculnya pemimpin baru di sekolah. Pengambilan keputusan di sekolah tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya peran seorang pemimpin. Dalam MBS pemimpin akan muncul dengan sendirinya tanpa menunggu penunjukan dari birokrasi pendidikan. Keenam, meningkatkan kualitas, kuantitas, dan fleksiblitas komunikasi setiap komunitas sekolah dalam rangka pencapaian kebutuhan sekolah. Kebersamaan dalam setiap pemecahan masalah di sekolah telah memper-lancar alur komunikasi di antara warga sekolah.
Myers dan Stonehill (1993:2) mengemukakan bahwa manfaat MBS adalah sebagai berikut: (1) memperkenankan orang-orang yang berkompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan dapat meningkatkan pembelajaran; (2) memberikan kesempatan kepada komunitas sekolah dalam keterlibatan mengambil keputusan kunci (prioritas); (3) memfokuskan akuntabilitas pada keputusan; (4) mengarah pada kreativitas yang lebih besar dalam mendesain program; (5) mengatur ulang sumber daya untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di sekolah; (6) mengarahkan pada penganggaran yang realistik, yang mendorong orang tua dan guru semakin menyadari akan status keuangan sekolah, batasan pembelanjaan, dan biaya
dari setiap program; serta (7) meningkatkan moril para guru dan memelihara kepemimpinan barupada setiap tingkat.
Selanjutnya, Kubick & Kathelin (1988:2) mengungkapkan bahwa kelompok kerja The American Association of School Administrators, the National Association of Elementary School Principals, and the National Association of Secondary School Principals (1988) mengidentifikasi sembilan manfaat dari MBS. Pertama, secara formal MBS dapat mengenali keahlian dan kompetensi orang-orang yang bekerja di sekolah dalam rangka membuat keputusan untuk meningkatkan pembelajaran. Kedua, melibatkan guru, staf sekolah, dan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Ketiga, meningkatkan moral para guru. Keempat, menfokuskan pada akuntabilitas pengambilan keputusan. Kelima, membawa keuangan dan sumber daya pembelajaran dalam mengembangkan tujuan pembelajaran di setiap sekolah. Keenam, memelihara dan merangsang pemimpin baru di semua tingkatan. Ketujuh, meningkatkan kuantitas dan kualitas komunikasi. Kedelapan, masing-masing sekolah lebih fleksibel dalam mendesain program menuju kreativitas yang lebih besar dan dalam memenuhi kebutuhan para siswanya; Kesembilan, penganggaran menjadi nyata dan lebih realistik.
Sementara itu, situs program Managing Basic Education (MBE) mengungkapkan bahwa manfaat MBS bagi sekolah adalah menciptakan rasa tanggung jawab melalui administrasi sekolah yang lebih terbuka. Kepala sekolah, guru, dan anggota masyarakat bekerja sama dengan baik untuk membuat Rencana Pengembangan Sekolah. Sekolah memajangkan anggaran sekolah dan perhitungan dana secara terbuka pada papan sekolah. Keterbukaan ini telah meningkatkan kepercayaan, motivasi, serta dukungan orang tua dan masyarakat terhadap sekolah. Banyak sekolah yang melaporkan kenaikan sumbangan orang tua untuk menunjang
sekolah.
Di samping itu, pelaksanaan PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan) atau pembelajaran kontekstual dalam MBS, mengakibatkan peningkatan kehadiran anak di sekolah, karena mereka senang belajar.
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa MBS memberikan kewenangan yang besar kepada sekolah dalam pengambilan suatu keputusan. Oleh karena itu, sekolah mempunyai tanggung jawab yang besar dalam pengelolaan pendidikan dan pembelajaran di sekolah, merencananakan, mengorganisasikan, mengawasi, mempertanggungjawabkan, memimpin sumber daya sekolah, kurikulum dan tata pelayanan pendidikan, serta dapat mengembangkan MBS sesuai dengan kondisi sekolah masing-masing.
Dalam konteks pengambilan keputusan, tujuan MBS mempunyai makna bahwa pengambilan keputusan yang diambil di sekolah terhadap pendidikan menjadi lebih berkualitas, karena kewenangan dalam pengambilan keputusan tersebut dilakukan oleh orang-orang yang mengenal dan mengetahui betul tentang sumber daya yang ada di sekolah dan kebutuhan siswa ke depan. Dengan demikian keputusan yang diambil didasarkan pada profil sekolah yang sesungguhnya, dan mengacu pada harapan-harapan yang akan dicapai yang bersumber dari warga sekolah, orang tua, dan masyarakat dengan memperhatikan kelebihan dan kelemahan
yang dimiliki sekolah. Oleh karena itu, MBS diharapkan akan dapat mendorong semua unsur tersebut untuk menjadi lebih berperan aktif dalam pengambilan keputusan yang lebih baik, yang berorientasi pada keberhasilan siswa dalam pembelajaran.
Konteks perencanaan menjadi bagian penting dalam kerangka MBS. Dengan perencanaan, sekolah akan manjadi lebih siap dan terencana dalam melaksanakan visi dan misi sekolah serta manjalankan program dan kegiatan sesuai dengan yang telah dilaksanakan. Pertanyaannya adalah, bagaimana perencanaan sekolah dapat dikembangkan dengan baik? Ingatlah, bahwa tujuan MBS adalah memberikan kewenangan kepada sekolah untuk menyusun perencanaan sesuai dengan kondisi riil sekolah dan mengacu kepada kepentingan semua pemangku kepentingan pendidikan.
Dikaitkan dengan pengelolaan sumber daya sekolah, MBS mempunyai makna bahwa pengelolaan sumber daya sekolah dilakukan dan dilaksanakan oleh sekolah. Oleh karena itu sangat diharapkan terjadinya efisiensi. Efisiensi dimaksudkan agar semua sumber daya yang dimiliki sekolah dapat mencakup keseluruhan aspek program dan kegiatan yang dikembangkan untuk meningkatkan efektivitas sekolah dan meningkatkan mutu pembelajaran yang akan berdampak pada prestasi belajar siswa. Efisiensi pengelolaan sumber daya sekolah sangat erat kaitannya dengan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh (stakeholders).
Demikian halnya dengan konteks pengelolaan kurikulum. Dengan mengacu pada perangkat ketentuan nasional tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), warga sekolah baik dapat mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pemangku kepentingan sekolah. Faktor penting lainnya, MBS diterapkan di sekolah tidak lain untuk meningkatkan tata layanan pendidikan bagi bagi warga sekolah itu sendiri, siswa, orang tua, dan masyarakat. Tata pelayanan pendidikan yang semakin baik, diharapkan akan meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap.
Keseluruhan konteks yang ada tersebut dilakukan secara partisipatif, transparan, dan akuntabel. Artinya, semua keputusan, perencanaan,pengorganisasian, dan fungsi-fungsi manajemen lainnya dilakukan dengan
melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan. Dilakukan secara transparan dan akuntabel, baik dari sisi program, kegiatan, dan keuangan, kepada semua warga sekolah, masyarakat, dan pemerintah.
Manurut Slamet PH (2001), MBS bertujuan untuk "memberdayakan" sekolah, terutama sumber daya manusia (kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat sekitarnya) melalui pemberian kewenangan, fleksibilitas, dan sumber daya lain untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh sekolah yang bersangkutan. Sekolah yang berdaya pada umumnya adalah sekolah yang mempunyai tingkat kemandirian tinggi dan tingkat ketergantungan rendah, bersifat adaptif- antisipatif dan proaktif, memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet,inovatif, gigih, berani mengambil resiko, dsb.), bertanggung jawab terhadap hasil
sekolah, memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya,
melakukan kontrol terhadap kondisi kerja, memiliki komitmen yang tinggi pada dirinya, serta menilai sendiri pencapaian prestasinya. Sumber daya manusia sekolah yang berdaya, pada umumnya, memiliki ciri-ciri: pekerjaan adalah miliknya, bertanggung jawab, memiliki cara bagaimana sesuatu dikerjakan, pekerjaan yang dilakukan memiliki kontribusi, mengetahui posisinya berada di mana, memiliki kontrol terhadap pekerjaan, serta pekerjaan merupakan bagian hidupnya.
Hal-hal yang dapat memberdayakan warga sekolah adalah: pemberian tanggung jawab, pekerjaan yang bermakna, memecahkan masalah pekerjaan secaratim, variasi tugas, hasil kerja yang terukur, kemampuan untuk mengukur kinerja sendiri, tantangan, kepercayaan, didengar, ada pujian, menghargai ide-ide, mengetahui dirinya bagian penting dari sekolah, kontrol yang luwes, dukungan, komunikasi yang efektif, umpan balik bagus, sumber daya yang dibutuhkan ada, dan warga sekolah diberlakukan sebagai manusia ciptaan Tuhan yang memiliki martabat tertinggi.
Manajemen berbasis sekolah di Indonesia yang menggunakan model MPMBS (Depdiknas, 2001:5) bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam kerangka
meningkatkan kualitas pendidikan. Terdapat empat tujuan MBS tersebut, yaitu: Pertama, meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. Kalau
Anda perhatikan pilar kebijakan pendidikan nasional, makna mutu dikaitkan dengan relevansi pendidikan. Oleh karena itu, MBS bertujuan mencapai mutu (quality) dan relevansi pendidikan yang setinggi-tingginya, dengan tolok ukur penilaian pada hasil (output dan outcome) bukan pada metodologi atau prosesnya. Mutu dan relevansi ada yang memandangnya sebagai satu kesatuan substansi, artinya hasil pendidikan yang bermutu sekaligus yang relevan dengan berbagai kebutuhan dan konteksnya. Akan tetapi, secara terpisah juga dapat dilihat bahwa makna mutu lebih merujuk pada dicapainya tujuan spesifik oleh siswa (lulusan), seperti nilai ujian atau prestasi lainnya, sedangkan relevansi lebih merujuk pada manfaat dari apa yang diperoleh siswa melalui pendidikan dalam berbagai lingkup/tuntutan kehidupan.
Pengelolaan dan pemberdayaaan sumber daya yang tersedia dilakukan secara efektif dan efisien. Dengan katalain, MBS juga bertujuan meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Efektif artinya pengelolaan dan penggunaan semua input dalam bentuk non-uang (jumlah dan jenis buku, peralatan, pengorganisasian kelas, metodologi, strategi pembelajaran, dan lain-lain) dikaitkan dengan hasil yang dicapai (output-outcome). Efektivitas berhubungan dengan proses, prosedur, dan ketepat-gunaan semua input yang dipakai dalam proses pendidikan di sekolah, sehingga menghasilkan hasil belajar siswa seperti yang diharapkan (sesuai tujuan). Efektif dan tidaknya suatu sekolah diketahui lebih pasti setelah ada hasil atau dinilai hasilnya.
Sebaliknya untuk mencapai hasil yang baik diperlukan penerapan indikator atau ciri sekolah efektif. Dengan menerapkan MBS, setiap sekolah sesuai dengan kondisinya masing-masing, diharapkan dapat menerapkan metode yang tepat (yang dikuasai), dan input lain yang tepat pula (sesuai lingkungan dan konteks sosial budaya), sehingga semua input tepat guna dan tepat sasaran, atau efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sementara itu, efisiensi berhubungan dengan nilai uang yang dikeluarkan atau harga (cost) untuk memenuhi semua input (proses dan semua input yang digunakan dalam proses) dibandingkan atau dihubungkan dengan hasilnya (hasil belajar siswa). Dengan demikian, MBS diharapkan dapat memenuhi efektivitas dan efisiensi sekolah, karena perencanaan dibuat sesuai dengan kebutuhan sekolah, sedangkan pelaksanaannya juga diawasi oleh masyarakat.
Pengelolaan dan pemberdayaaan sumber daya yang dimiliki sekolah dilakukan dalam rangka meningkatkan pelayanan pendidikan kepada siswa. Dengan MBS setiap anak diharapkan akan memperoleh layanan pendidikan yang bermutu di sekolah yang bersangkutan. Dengan asumsi bahwa setiap anak berpotensi untuk
belajar, maka MBS memberi keleluasaan kepada setiap sekolah untuk menangani setiap anak dengan latar belakang sosial ekonomi dan psikologis yang beragam untuk memperoleh kesempatan dan layanan pendidikan yang memungkinkan semua anak dan masing-masing anak berkembang secara optimal. Kedua, partisipatif, yakni meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melaui pengambilan keputusan bersama;
Ketiga, akuntabilitas, yaitu meningkatkan pertanggungjawaban sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas semua yang dikerjakan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab yang diperolehnya. Selama ini pertanggungjawaban sekolah lebih pada masalah administratif-keuangan dan bersifat vertikal (ke atas) sesuai jalur birokrasi. Pertanggungjawaban yang bersifat teknis edukatif terbatas pada pelaksanaan program sesuai petunjuk dan pedoman dari pusat (pusat dalam arti nasional, maupun pusat-pusat birokrasi di bawahnya), tanpa pertanggungjawaban hasil pelaksanaan program. Dengan melaksanakan semua pedoman dan petunjuk, sekolah merasa telah melaksanakan tugas dengan baik. Soal hasil pendidikan (prestasi lulusan) tidak termasuk sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan.
Tanggung jawab atas hasil pendidikan, dengan demikian, ada pada pundak pengambil kebijakan (pusat kekuasaan), yang akhirnya menjadi sangat berat. Padahal, kenyataannya pusat otoritas tidak dapat mengendalikan semua yang terjadi di sekolah yang kondisi dan konteksnya sangat beragam. MBS dengan desentralisasi kewenangan kepada sekolah bukan hanya memberikan kewenangan untuk mengambil keputusan yang lebih luas (daripada sebelumnya), tetapi juga sekaligus membebankan pertanggungjawaban oleh sekolah atas segala yang dikerjakan dan hasil kerjanya. Akuntabilitas pendidikan dan hasilnya (baik administratif-finansial maupun tingkat kualitas yang dicapai) diberikan bukan hanya kepada satu pihak dalam hal ini pusat/birokrasi, tetapi kepada berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk di dalamnya orang tua, komite sekolah (masyarakat), dan pengguna lulusan, selain kepada guru-guru dan warga sekolah.Akuntabilitas kepada berbagai pihak ini pada gilirannya akan meningkatkan kepedulian yang kuat (komitmen) pihak-pihak terkait tersebut atas apa yang terjadi di sekolah, terutama dalam hal mutu, keadilan, efektivitas, efisiensi, transparansi, dan sebagainya yang merupakan unsur-unsur yang dituntut oleh konsep akuntabilitas pendidikan.
Keempat, meningkatkan kompetisi yang sehat antarsekolah tentang pendidikan yang akan dicapai.
Selanjutnya, menurut Nurkholis (2003:25), penerapan MBS mempunyai beberapa manfaat atau keuntungan. Pertama, secara formal MBS dapat memahami keahlian dan kemampuan orang-orang yang bekerja di sekolah. Keahlian dan kemampuan personil sekolah itu dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan dalam
rangka meningkatkan kualitas pembelajaran. Keahlian dan kemampuan personil sekolah dihargai yang selanjutnya menimbulkan rasa percaya diri. Kedua, meningkatkan moral guru. Moral guru meningkat karena adanya komitmen dan tanggung jawab dalam setiap pengambilan keputusan di sekolah. Keadaan ini diharapkan dapat mendorong guru untuk mendukung dengan sepenuh tenaga dalam mencapai tujuan dan tidak berusaha untuk menghalang-halangi pencapaian tujuan tersebut.
Ketiga, keputusan yang diambil sekolah memiliki akuntabilitas. Hal ini terjadi karena konstituen sekolah memiliki andil yang cukup dalam setiap pengambilan keputusan. Akhirnya, mereka dapat menerima konsekuensi atas keputusan yang diambil dan memiliki komitmen untuk mencapai tujuan yang ditetapkanbersama. Keempat, menyesuaikan sumber keuangan terhadap tujuan instruksional yangdikembangkan di sekolah. Keputusan yang diambil pada tingkat sekolah akan lebih rasional karena mereka tahu kekuatannya sendiri, terutama kekuatan keuangannya.
Kelima, mendorong munculnya pemimpin baru di sekolah. Pengambilan keputusan di sekolah tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya peran seorang pemimpin. Dalam MBS pemimpin akan muncul dengan sendirinya tanpa menunggu penunjukan dari birokrasi pendidikan. Keenam, meningkatkan kualitas, kuantitas, dan fleksiblitas komunikasi setiap komunitas sekolah dalam rangka pencapaian kebutuhan sekolah. Kebersamaan dalam setiap pemecahan masalah di sekolah telah memper-lancar alur komunikasi di antara warga sekolah.
Myers dan Stonehill (1993:2) mengemukakan bahwa manfaat MBS adalah sebagai berikut: (1) memperkenankan orang-orang yang berkompeten di sekolah untuk mengambil keputusan yang akan dapat meningkatkan pembelajaran; (2) memberikan kesempatan kepada komunitas sekolah dalam keterlibatan mengambil keputusan kunci (prioritas); (3) memfokuskan akuntabilitas pada keputusan; (4) mengarah pada kreativitas yang lebih besar dalam mendesain program; (5) mengatur ulang sumber daya untuk mendukung tujuan yang dikembangkan di sekolah; (6) mengarahkan pada penganggaran yang realistik, yang mendorong orang tua dan guru semakin menyadari akan status keuangan sekolah, batasan pembelanjaan, dan biaya
dari setiap program; serta (7) meningkatkan moril para guru dan memelihara kepemimpinan barupada setiap tingkat.
Selanjutnya, Kubick & Kathelin (1988:2) mengungkapkan bahwa kelompok kerja The American Association of School Administrators, the National Association of Elementary School Principals, and the National Association of Secondary School Principals (1988) mengidentifikasi sembilan manfaat dari MBS. Pertama, secara formal MBS dapat mengenali keahlian dan kompetensi orang-orang yang bekerja di sekolah dalam rangka membuat keputusan untuk meningkatkan pembelajaran. Kedua, melibatkan guru, staf sekolah, dan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Ketiga, meningkatkan moral para guru. Keempat, menfokuskan pada akuntabilitas pengambilan keputusan. Kelima, membawa keuangan dan sumber daya pembelajaran dalam mengembangkan tujuan pembelajaran di setiap sekolah. Keenam, memelihara dan merangsang pemimpin baru di semua tingkatan. Ketujuh, meningkatkan kuantitas dan kualitas komunikasi. Kedelapan, masing-masing sekolah lebih fleksibel dalam mendesain program menuju kreativitas yang lebih besar dan dalam memenuhi kebutuhan para siswanya; Kesembilan, penganggaran menjadi nyata dan lebih realistik.
Sementara itu, situs program Managing Basic Education (MBE) mengungkapkan bahwa manfaat MBS bagi sekolah adalah menciptakan rasa tanggung jawab melalui administrasi sekolah yang lebih terbuka. Kepala sekolah, guru, dan anggota masyarakat bekerja sama dengan baik untuk membuat Rencana Pengembangan Sekolah. Sekolah memajangkan anggaran sekolah dan perhitungan dana secara terbuka pada papan sekolah. Keterbukaan ini telah meningkatkan kepercayaan, motivasi, serta dukungan orang tua dan masyarakat terhadap sekolah. Banyak sekolah yang melaporkan kenaikan sumbangan orang tua untuk menunjang
sekolah.
Di samping itu, pelaksanaan PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan) atau pembelajaran kontekstual dalam MBS, mengakibatkan peningkatan kehadiran anak di sekolah, karena mereka senang belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar