Sabtu, 03 September 2011

HAK YANG DIMILIKI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


Ilustrasi
Seorang ibu mengantar Narni anaknya ke sebuah sekolah dasar negeri untuk  mendaftarkan sebagai siswa baru di sekolah tersebut. Setelah memenuhi berbagai  persyaratan administrasi maka Narni  tercatat sebagai calon siswa sekolah,  selanjutnya  Narni mengikuti tes pemeriksaan fisik dan diketahui jika Narni memiliki  kelainan pada pendengarannya, maka dengan tegas sekolah menolak dan  membatalkan Narni menjadi siswa sekolah, dengan alasan bahwa sekolah ini hanya  untuk anak-anak yang normal. Dengan perasaan kecewa ibu Narni pergi menuju ke  sekolah khusus atau SLB bagi anak-anak tunarungu untuk mendaftarkan Narni di  sekolah khusus ini, tentu saja di sekolah khusus ini Narni dapat diterima sebagai  siswa karena memang sesuai dengan keadaan/kondisi Narni. Namun harapan ibu  Narni agar anaknya kelak dapat berprestasi dan mampu bersaing dengan anak-anak  normal, serta dapat diterima di sekolah umum tidak eklusif.   Dari ilustrasi kejadian tersebut di atas sebenarnya semua manusia diciptakan  sama hal ini sering didengungkan oleh berbagai pihak, tetapi dalam realita kehidupan  terutama untuk anak-anak berkebutuhan khusus masih merupakan suatu perjuangan, walapun telah memasuki alam demokrasi yang menghargai segala perbedaan dan  menjunjung tinggi semua hak warga negara. Meskipun dalam pembukaan undang- undang dasar ungkapan kalimat persamaan hak telah ditegaskan, namun diperlukan  interprestasi persamaan hak memperoleh kesempatan. Hal ini mengandung arti kesempatan memperoleh pendidikan bagi setiap warga negara, yang tidak membedakan-bedakan termasuk di dalamnya anak berkebutuhan khusus. Untuk itu perlu dikaji adakah hak-hak anak berkebutuhan khusus telah dituangkan dalam perangkat hukum perundangan?
         Masih banyak permasalah tentang persamaan kesempatan memperoleh pendidikan yang dipandang deskriminatif terhadap  anak-anak berkebutuhan khusus. Masih sangat sedikit lembaga pendidikan yang diperuntukan bagi anak-anak berkebutuhan khusus berdasarkan data dari direktorat PSLB anak berkebutuhan khusus yang telah mendapatkan  layanan pendidikan baru 81.343 anak yang dilayani di sekolah khusus (SLB), sekolah inklusi dan percepatan belajar atau akselerasi, dari proyeksi jumlah anak berkebutuhan khusus  10% dari jumlah anak usia sekolah. Dengan adanya fakta data tersebut menggambarkan adanya berbagai permasalahan tentang pendidikan anak berkebutuahan khusus, baik permasalahan tersebut datang dari masyarakat, pemerintah maupun penyandang berkebutuahan khusus dan keluarganya. Selama cara
pandang terhadap anak berkebutuhan khusus, masih negatif maka pemenuhan hak anak berkebutuhan khusus juga belum dapat memperoleh hak yang sama dengan masyarakat lainnya. Persamaan hak sebenarnya telah diatur dengan berbagai perangkat perundangan formal, tetapi permasalahannya tidak adanya sangsi yang
jelas terhadap pelanggaran peraturan yang ada, sehingga masih banyak anak-anak berkebutuhan khusus yang belum memperoleh haknya. Contoh sebuah keluarga yang mempunyai anak cacat, bila ada sensus penduduk akan memberikan data yang tidak benar yaitu menyatakan bahwa keluarganya tidak ada yang cacat, karena kecacatan dianggapnya sebagai sesutu yang memalukan atau aib keluarga. Sebenarnya keluarga tersebut telah melanggar hak akan keberadaan anak cacat itu sendiri. 

Landasan Yuridis Formal
Hak-hak yang dimiliki anak berkebutuhan khusus berdasar pada landasan yuridis
formal meliputi:
1.   UUD 1945 (Amandemen)
pasal 31
ayat (1) : “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”
ayat (2) : “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”

2.  UU No. 20 tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional :
Pasal 3
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang  bermartabat dalam dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
 

Pasal 5
Ayat: (1): Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu
ayat (2): Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus
ayat (3) : Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus
ayat (4) : Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.

Pasal 32
ayat (1): Pendidikan khusus merupakan merupakan pendidikan bagi peserta peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,  sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Ayat (2): Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang,  masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana  sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.

2.  UU No. 23 tahun tahun 2002 tentang Perlindungan Perlindungan Anak 
Pasal 48
Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak.

Pasal 49
Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan.

Pasal 50
Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 diarahkan pada :
a. Pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat,  kemampuan  mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal.
b.  Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan  asasi;
c. Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa dan  nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional dimana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan peradabanperadaban yang berbeda-beda dari peradaban sendiri;
d. Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggungjawab; dan
e. Pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup.

Pasal 51
Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa.

Pasal 52
Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus.

Pasal 53
1. Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil.
2.  Pertanggungjawaban pemerintah sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula mendorong masyarakat untuk berperan aktif.

3.  UU No. 4 1997 tentang Penyandang Cacat
Pasal (5 )
“ Setiap penyandang cacat mempunyai dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan”.

4. Deklarasi Bandung (Nasional) “ Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif ” 8-14 Agustus 2004
a. Menjamin setiap anak berkelainan  dan anak berkebutuhan khusus lainnya mendapatkan kesempatan akses dalam segala aspek kehidupan, , baik dalam bidang pendidikan, kesehatan sosial, ,kesejahteraan, keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi generasi generasi penerus yang handal.
b. Menjamin setiap anak berkelainan dan anak anak berkebutuhan berkebutuhan khusus lainnya lainnya sebagai individu yang bermartabat, untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan potensi dan kebutuhan masyarakat, tanpa perlakuan diskriminatif yang merugikan eksistensi kehidupannya baik secara fisik, psikologis, ekonomis, sosiologis, hukum, politis maupun kultural
           Dari berbagai perangkat perundangan yang telah ada tersebut ternyata masih belum menyadarkan masyarakat dan pelaku pendidikan memberikan hak memperoleh pendidikan yang sama yang dimiliki anak berkebutuhan khusus. Pemerintah melalui departemen pendidikan nasional mngeluarkan himbauan yaitu surat edaran dirjen Dikdasmen yaitu: 
Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C6/MN/2003 20 Januari 2003 perihal Pendidikan inklusi: menyelenggarakan dan mengembangkan di setiap kabupaten/kota sekurang-kurangnya 4 (empat) sekolah yang terdiri dari : SD, SMP, SMA, SMK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar