Klasifikasi Anak Tunanetra
Ilustrasi
Pada suatu sekolah, seorang guru mendapati seorang siswanya yang senantiasa mendekatkan penglihatannya pada saat membaca, dan terkadang mengarahkan telinganya pada penjelasan guru atau sumber suara lainnya. Padahal anak tersebut secara fisik tidak nampak adanya kecacatan pada matanya. Siswa tersebut ternyata berbeda dengan satu siswa lainnya yang memang secara fisik nampak adanya kelainan pada kedua indera
penglihatannya.
Anak tunanetra sebagaimana yang dicontohkan pada ilustrasi di atas, adalah anak-anak yang mengalami kelainan atau gangguan fungsi penglihatan, yang memiliki tingkatan atau klasifikasi yang berbeda-beda.
secara pedagogis membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajarnya di sekolah. Berdasarkan tingkatannya, dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1. Berdasarkan Tingkat Ketajaman Penglihatan
Seseorang yang dikatakan penglihatannya normal, apabila hasil tes Snellen menunjukkan ketajaman penglihatannya 20/20 atau 6/6 meter. Sedangkan untuk seseorang yang mengalami kelainan penglihatan
kategori Low vision (kurang lihat), yaitu penyandang tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan 6/20m-6/60m. Kondisi yang demikian sesungguhnya penderita masih dapat melihat dengan bantuan alat khusus.
Selanjutnya untuk seseorang yang mengalami kelainan penglihatan katergori berat, atau The blind, yaitu penyandang tunanetra yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan 6/60m atau kurang. Untuk yang
kategori berat ini, masih ada dua kemungkinan (1) penderita adakalanya masih dapat melihat gerakan-gerakan tangan, ataupun (2) hanya dapat membedakan gelap dan terang. Sedangkan tunanetra yang memilkiketajaman penglihatan dengan visus 0, sudah sama sekali tidak dapat melihat.
2. Berdasarkan adaptasi Pedagogis,
Kirk, SA (1989) mengklasifikasikan penyandang tunanetra berdasarkan kemampuan penyesuaiannya dalam pemberian layanan pendidikan khusus yang diperlukan. Klasifikasi dimaksud adalah: Kemampuan melihat sedang (moderate visual disability), dimana pada taraf ini mereka masih dapat melaksanakan tugas-tugas visual yang dilakukan orang awas dengan menggunakan alat bantu khusus serta dengan bantuan cahaya yang cukup. Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability). Pada taraf ini, mereka memiliki penglihatan yang kurang baik, atau kurang akurat meskipun dengan menggunakan alat Bantu visual dan
modifikasi, sehingga mereka membutuhkan banyak dan tenaga dalam mengerjakantugas-tugas visual.
Ketidakmampuan melihat taraf sangat berat (profound visual disability)
Pada taraf ini mereka mengalami kesulitan dalam melakukan tugas-tugas visual, dan tidak dapat melakukan tugas-tugas visual yang lebih detail seperti membaca dan menulis. Untuk itu mereka sudah tidak dapat memanfaatkan penglihatannya dalam pendidikan, dan mengandalkan indra perabaan dan pendengaran dalam menempuh pendidikan.
Klasifikasi Anak Tunarungu
Ilustrasi
Tedi, adalah seorang anak yang dinyatakan oleh dokter mengalami ketulian, tetapi di sekolah ternyata masih dapat mengikuti penjelasan guru dengan suara-suara yang keras. Padahal menurut sepengetahuan guru tersebut, yang namanya anak tuli atau tunarungu itu pastilah mereka tidak dapat mendengarkan suara-suara yang datang padanya, sehingga guru tersebut menjadi ragu tentang kemampuan atau ketidakmampuan seorang anak tunarungu dalam merespon suara yang datang padanya.
Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ pendengaran atau telinga seseorang anak. Kondisi ini menyebabkan mereka mengalami hambatan atau keterbatasan dalam merespon bunyi-bunyi yang ada di sekitarnya. Tunarungu terdiri atas beberapa tingkatan kemampuan mendengar, yang umum dan khusus. Ada beberapa klasifikasi anak tunarungu secara umum, yaitu:
1. Klasifikasisi umum The deaf, atau tuli, yaitu penyandang tunarungu berat dan sangat berat dengan tingkat ketulian di atas 90 dB. Hard of Hearing, atau kurang dengar, yaitu penyandang tunarungu ringan atau sedang, dengan derajat ketulian 20 – 90 dB.
2. Klasifikasi Khusus Tunarungu ringan, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 25– 45 dB Yaitu sesorang yang mengalami ketunarunguan taaf ringan, dimana ia mengalami kesulitan untuk merespon suara-suara yang datangnya agak jauh. Pada kondisi yang demikian, seseorang anak secara
pedagogis sudah memerlukan perhatian khusus dalam belajarnya di sekolah, misalnya dengan menempatkan tempat duduk di bagian depan, yang dekat dengan guru. Tunarungu sedang, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 46 – 70 dB Yaitu seseorang yang mengalami ketunarunguan taraf sedang, dimana ia hanya dapat mengerti percakapan pada jara 3-5 feet secara berhadapan, tetapi tidak dapt mengikuti diskusi-diskusi di kelas. Untuk anak yang mengalami ketunarunguan taraf ini memerlukan
adanya alat bantu dengar (hearing aid), dan memerlukan pembinaan komunikasi, persepsi bunyi dan irama. Tunarungu berat, yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 71 – 90 dB
Sesorang yang mengalami ketunarunguan taraf berat, hanya dapat merespon bunyi-bunyi dalam jarak yang sangat dekat dan diperkeras. Siswa dengan kategori ini juga memerlukan alat bantu dengar dalam mengikuti pendidikannya di sekolah. Siswa juga sangat memerlukan adanya pembinaan atau latihan-latihan komunikasi dan pengembangan bicaranya. Tunarungu sangat berat (profound), yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 90 dB ke atas
Pada taraf ini, mungkin seseorang sudah tidak dapat merespon suara sama sekali, tetapi mungkin masih bisa merespon melalui getaran-getaran suara yang ada. Untuk kegiatan pendidikan dan aktivitas lainnya, penyandang tunarungu kategori ini lebih mengandalkan kemampuan visual atau penglihatannya.
Klasifikasi Anak Tunadaksa
Ilustrasi
Pada suatu kesempatan, beberapa orang guru dari sekolah umum mengunjungi lembaga yang anak-anak cacat. Di sana mereka melihat adanya berbagai macam kelainan yang dialami oleh anak, ada yang anggota tubuhnya tidak lengkap, ada yang lumpuh, ada cara berjalannya tidak sempurna, atau ada pula yang hanya bisa berguling-guling. Merekapun berfikir, apa sebenarnya yang membedakan mereka.
Anak tunadaksa adalah anak-anak yang mengalami kelainan fisik, atau cacat tubuh, yang mencakup kelainan anggota tubuh maupun yang mengalami kelainan gerak dan kelumpuhan, yang sering disebut sebagai cerebral palsy (CP), dengan klasifikasi sebagai berikut: Menurut tingkat kelainannya, anak-anak tunadaksa dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Cerebral palsy (CP) : Ringan, dapat berjalan tanpa alat bantu, mampu berbicara dan dapat menolong dirinya sendiri. Sedang, memerlukan bantuan untuk berjalan, latihan berbicara, dan mengurus diri sendiri. Berat, memerlukan perawatan tetap dalam ambulansi, berbicara, dan menolong diri sendiri.
2. Berdasarkan letaknya Spastic, kekakuan pada sebagian atau seluruh ototnya. Dyskenisia, gerakannya tak terkontrol (athetosis), serta terjadinya kekakuan pada seluruh tubuh yang sulit digerakkan (rigid). Ataxia, gangguan keseimbangan, koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi, dan cara berjalannya gontai. Campuran, yang mengalami kelainan ganda
3. Polio Tipe spinal, kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada, tangan dan kaki Tipe bulbair, kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tepi yang menyebabkan adanya gangguan pernapasan. Tipe bulbispinalis, gangguan antara tipe spinal dan bulbair. Encephalitis, yang umumnya ditandai denganadanya demam, kesadaran menurun, tremor, dan kadang-kadang kejang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar