Sabtu, 03 September 2011

Pendidikan Inklusif ( ABK )



Pengetian Inklusif
Untuk memahami konsep dan makna  layanan pendidikan inklusi secara komprehensif, maka ada baiknya  beberapa ilustrasi berikut ini dapat saudara perhatikan dengan seksama.
Ilustrasi 1
Bagus adalah salah seorang anak yang mengalami kelainan  fungsi pendengarannya, sedang kemampuan intelektualnya normal. Ia oleh orangtuanya dimasukkan pada Sekolah Dasar umum. Di sana bagus harus mengikuti program-program yang ada di sekolahnya, termasuk materi pelajaran yang diberikan tanpa ada perbedaan layanan yang diberikan.
Ilustrasi 2
Ada satu Sekolah Dasar  yang memiliki seorang siswa yang mengalamikelainan penglihatan atau tunanetra bernama Roni. Rupanya sekolah tersebut memiliki perhatian khusus terhadap  keberadaannya, sehingga sekolah membuat program khusus yang sesuai dengan ketunaan Roni, seperti materi pelajaran, fasilitas belajar dan tenaga pendidik yang dipersiapkan untuknya.  

Kedua ilustrasi yang dikemukakan tersebut, nampak sekali adanya persamaan dan perbedaan yang prinsip. Persamaannya adalah bahwa keduanya menunjukkan adanya siswa berkebutuhan khusus yang belajar di sekolah umum (SD) meskipun dengan cara-cara atau pendekatan yang berbeda. Sedang dilihat dari bentuk pelayanannya, keduanya menunjukkan perbedaan yang sangat prinsip. Ilustrasi pertama menunjukkan suatu konsep  mainstreaming atau integrasi, dimana siswa berkebutuhan khusus harus menyesuaikan diri dengan sistem yang sudah ada pada instutusi atau lembaga tempat belajarnya. Sebaliknya ilustrasi kedua menunjukkan konsep inklusi, dimana sistem suatu institusi atau lembaga yang menyesuaikan dengan kebutuhan siswa. Selain itu, integrasi lebih berfokus pada kurikulum dan diatur oleh guru, sedangkan inklusi berpusat pada siswa, dan dikembangkannya interaksi yang komunikatif dan dialogis. 

Dari uraian tersebut sesungguhnya  dikemukakan, bahwa konsep inklusif lebih menekankan pada upaya pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusif menurut Sapon-Shevin dalam O’Neil (1994/1995) didefinisikan sebagai suatu sistem layanan pendidikan khusus yang
mensyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dilayani di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Untuk itu perlu adanya restrukturisasi di sekolah sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus bagi setiap anak. Sejalan dengan konsep ini, Smith (2006:45)
mengemukakan, bahwa inklusi dapat berarti penerimaan anak-anak yang mengalami hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial dan konsep diri (visi-misi) sekolah. Gagasan utama mengenai pendidikan inklusif ini menurut Johnsen (2003:181), adalah sebagai beriku:    Bahwa setiap anak merupakan bagian integral dari komunitas lokalnya dan kelas dan kelompok reguler.    Bahwa kegiatan sekolah diatur dengan sejumlah besar tugas belajar yang kooperatif, individualisasi pendidikan dan fleksibilitas dalam pilihan
materinya.    Bahwa guru bekerjasama dan memiliki pengetahuan tentang strategi pembelajaran dan kebutuhan pengajaran umum, khusus dan individual, dan memiliki pengetahuan tentang cara menghargai tentang pluralitas perbedaan individual dalam mengatur aktivitas kelas.
         Pendidikan inklusi mempercayai bahwa semua anak berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik sesuai dengan usia atau perkembangannya, tanpa memandang derajat, kondisi ekonomi, ataupun kelainannya.   Penting bagi guru untuk disadari, bahwa di sekolah mereka dapat membuat penyesuaian pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, manakala mereka memiliki pandangan pendidikan yang komprehensif , yang terpusat pada anak. Meskipun mungkin masih memerlukan pelatihan tentang metode atau strategi khusus yang akan diterapkan di sekolah. Kesadaran tersebut juga perlu  dibangun, terutama berkenaan dengan pengembangan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anak secara individual. Ini didasari atas pertimbangan, bahwa anak memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas sesuai dengan potensi dan kebutuhannya. Mereka juga memiliki hak untuk belajar bersama dengan teman-teman sebayanya.

Implementasi Inklusif
Pendidikan inklusif sebenarnya  merupakan perkembangan lebih lanjut dari program mainstreaming yang sudah beberapa dekade ini diterapkan secara luas oleh para pendidik di berbagai negra untuk anak- anak berkebutuhan khusus, meskipun orientasi dan implementasinya berbeda. Ada beberapa faktor yang harus
dipertimbagkan dalam implementasi pendidikan inklusif, beberapa faktor dimaksud menurut skjorten, Miriam D (2003:52-58) adalah; (1) Kebijakan – hukum- undang-undang – ekonomi, yaitu perlunya ada undang-undang khusus yang mengakomodasi kepentingan anak berkebutuhan khusus, sertu dukungan dana dalam
implementasinya; (2) Sikap – pengalaman- pengetahuan, yaitu berkenaan dengan pengakuan hak anak serta kemampuan dan potensinya; (3) Kurikulum lokal, reginal, dan nasional; (4) Perubahan pendidikan yang potensial, inklusi harus didukung oleh reorientasi di lapangan, dalam bidang pendidikan guru dan penelitian; (5) Kerjasama lintas sektoral; (6) Adaptasi lingkungan, dan (7) Penciptaan lapangan kerja. Di Indonesia sendiri  Pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah didasarkan pada beberapa landasan, filosofis dan yuridis-empiris. Secara filosofis,  implementasi inklusi mengacu pada beberapa hal, diantaranya, bahwa:    Pendidikan adalah hak mendasar bagi setiap anak, termasuk anak berkebutuhan khusus    Anak adalah pribadi yang unik yang memiliki karakteristik, minat,    kemampuan dan kebutuhan belajar yang berbeda      Penyelenggaraan pendidikan menjadi tanggung jawab    bersama antara orang tua masyarakat dan pemerintah     Setiap anak berhak mendapat pendidikan yang layak     Setiap anak berhak memperoleh akses pendidikan yang  ada di lingkungan sekitarnya
Sedangkan landasan yuridis-empirisnya mengacu pada:
•  UUSPN No 20 tahun 2003, Pasal 5 Ayat (1), (2) 
•   U U D 1945 pasal 31 ayat (1) & (2). dan (3) 
•  Permen No 22 dan 23 Tahun 2006    Deklarasi Hak Asasi Manusia, 1948    Konvensi Hak Anak, 1989    Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua, 1990   Resolusi PBB nomor 48/96 tahun 1993 tentang     Persamaan Kesempatan bagi Orang Berkelainan     Pernyataan Salamanca (1994) tentang Pendidikan Inklusi Komitmen Dakar (2000) mengenai Pendidikan untuk Semua Deklarasi Bandung (2004) & Rekomendasi Bukittinggi (2005)  komitmen “pendidikan inklusif”.

Kendati demikian, selama ini masih ada beberapa persoalan prinsip yang menyangkut pelaksanaan pendidikan inklusif di sekolah. Di satu sisi, sesuai dengan perundangan yang ada pendidikan inklusif hanya berlaku bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang kemampuan intelektualnya tidak berada di bawah rata-rata. Sedangkan secara konsep filosofis,  sebenarnya inklusi adalah wadah semua anak berkebutuhan khusus, termasuk diantaranya anak-anak yang kemampuan intelektualnya berada di bawah rata-rata.

Sekolah Penyelenggara
Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, tentulah sedolah umum yang telah memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditentukan. Beberapa persyaratan komitmen, manajemen sekolah, sarana  prasarana, dan ketenagaan. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusis haruslah memiliki siswa berkebutuhan khusus, memiliki komitmen terhadap pendidikan inklusi, penuntasan wajib belajar maupun terhadap komite sekolah. Selain itu juga harus memiliki jaringan kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait, yang didukung dengan adanya fasilitas dan sarana pembelajaran yang mudah diakses oleh semua anak. Sekolah penyelenggara pendidikan inklusi juga harus menciptakan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran, yang memungkinkan semua siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan. Berbagai metode, atau strategi
belajar sangat mungkin dikembangkan  pada sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan inklusi, untuk menciptakan situasi pembelajaran yang aktif dan fleksibel. Adanya penghargaan terhadap diri  anak, memotivasi dan menumbuhkan kepercayaan diri anak, dengan menggunakan kata-kata atau nada suara yang baik.  Ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki guru pendidikan inklusi, sebagaimana dikemukakan Mirriam S (2005), yaitu :    Pengetahuan tentang perkembangan anak    Pemahaman akan kebutuhan dan nilai interaksi komunikasi dan pentingnya dialog di kelas

  Pemahaman akan pentingnya mendorong rasa penghargaan diri anak berkaitan dengan perkembangan, motivasi dan belajar melalui suatu interaksi positif dan berorientasikan sumber    Pemahaman tentang ”Konvensi Hak Anak” dan implikasinya terhadap implementasi pendidikan dan perkembangan semua anak    Pemahaman tentang pentingnya  menciptakan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran yang berkaitan dengan isi, hubungan sosial, pendekatan dan metode dan bahan pembelajaran    Pemahaman arti pentingnya belajar aktif dan pengembangan pemikiran kreatif dan logis    Pemahaman pentingnya evaluasi dan asesmen berkesinambungan oleh guru    Pemahaman konsep inklusi dan pengayaan serta cara pelaksanaan inklusi dan
pembelajaran yang berdeferensi    Pemahaman terhadap hambatan belajar termasuk yang disebabkan oleh
kecacatan fisik atau mental    Pemahaman konsep pendidikan berkualitas dan kebutuhan akan implementasi
pendekatan dan metode baru.

Kurikulum yang diterapkan, dapat menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)  dikembangkan sekolah sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk anak-anak normal penuh, modifikasi, atau secara khusus dikembangkan program pembelajaran individual (PPI) bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Sekolah juga harus mempersiapkan guru pendamping khusus, yang bisa didatangkan  dari sekolah untuk anak berkebutuhan khusus (SLB) sebagai sekolah basis, ataupun guru di sekolah umum  yang telah memperoleh pelatihan khusus sebagai guru pendamping untuk anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah umum penyelenggara pendidikan inklusif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar